DIREKTORAT JENDERAL TATA RUANG
KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG /
BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Bulletin > Artikel

23 Mei 2011

Transformasi Menuju IAP 2.0

 

Transformasi Menuju IAP 2.0
Oleh : Elkana Catur H (Pengurus Nasional IAP)
 
 
 
Waktu 10 tahun tentunya banyak memiliki perubahan. Begitu juga dengan dunia tata ruang yang mengalami secara signifikan, sehingga merubah wajah pembangunan Indonesia. Salah satunya desentralisasi yang memberikan peran besar bagi Pemerintah Daerah dalam mengelola pembangunan. Selain itu, dekokratisasi yang menuntut peran besar dari masyarakat dalam penataan ruang, urbanisasi sehingga menuntut pengelolaan perkotaan yang sustainable, degradasi lingkungan baik di kawasan perkotaan maupun kawasan hutan.Tantangan dan permasalahan pun muncul yang direspon dunia perencanaan dengan melakukan revisi terhadap UU No.4/1992, tentang Penataan Ruang menjadi UU No. 26/2007. Salah satu perubahan UU tersebut memberikan porsi besar di aspek Pemanfaatan dan Pengendalian sebagai kunci mencapai tujuan penataan ruang.Bahkan Era keterbukaan informasi dan komunikasi membuat nuansa baru dalam melakukan pembangunan. Kali ini para aktor pembangunan di minta untuk lebih transparan dalam informasi, terbuka dalam proses pengambilan keputusan, kreatif dalam melaksanakan sosialisasi kebijakan, inovatif dalam implementasi pembangunan, dan lain-lain. Tak hanya itu, Penggunaan media komunikasipun ikut meramaikan, diseminasi informasi tidak semata-mata menggunakan media konvensional, seperti media cetak atau elektronik seperti TV dan Radio. Tetapi lebih canggih dengan memanfaatkan media web, menjadi trend baru di kalangan pelaksana pembangunan. Mobilisasi opini melalui sosial media, seperti facebook, blogspot, twitter, dll, menjadi model baru dalam membangun kebijakan publik.
 
Tantangan IAP Dimasa Mendatang
  
Situasi dan kondisi itlah yang memaksa Ikatan Ahli Perencanaan (IAP), sebagai organisasi profesi bermain di wilayah baru. Sebuah wilayah yang merespon tantangan penataan ruang dengan memanfaatkan media komunikasi sebagai bentuk advokasi dunia penataan ruang. IAP dituntut mampu mampu melaksanakan perannya sebagai lembaga sertifikasi tenaga ahli penata ruang semata.Kedepannya IAP menghadapai tantangan yang bari di paruh kedua abad 21, yang tentunya berbeda dengan pelaksanaan IAP di tahun 80, 90, dan 2000 awal. Pasalnya IAP tidak lagi bisa menjalankan organisasinya dengan gaya ‘birokrasi’. Dimana kepengurusan yang didominasi oleh birokrat di berbagai institusi. Tantangan tersebut menuntut pengelolaan dan implementasi organisasi yang lebih modern, kreatif, inovatif dan terbuka. Beberapa tantangan yang dihadapi IAP di beberapa tahun ke depan adalah: Penguatan peran advokasi dunia penataan ruang. IAP saat ini melaksanakan perannya sebagai organisasi Pembina individu yang berkiprah di dunia penataan ruang. Sayangnya, IAP belum melaksanakan peran yang optimal. Sosialisasi dan diseminasi informasi mengenai penataan ruang seharusnya menjadi salah satu concern utama dari IAP. Sehingga peran ini harus diperkuat kembali oleh IAP pada tahun-tahun mendatang Mendorong Peran IAP dalam mobilisasi opini publik. Beberapa tahun terakhir IAP sulit melaksanakan perannya sebagai lembaga profesi yang independen. Dominasi birokrat dalam struktur pengurus , selain memberikan dampak positif bagi organisasi juga memiliki dampak negatif, dengan mempersulit IAP dalam melaksanakan mobilisasi opini di bidang penataan ruang, terutama ketika bersebrangan dengan Pemerintah Daerah. Statement ini bukan berarti kedepannya bebas birokrat, tetapi lebih dibutuhkan strategi khusus untuk mendorong peran IAP dalam mobilisasi opini. Keberadaan birokrat tentunya tidak menjadikan hambatan bagi IAP dalam memberikan pandangan dan masukan kepada Pemerintah ataupun masyarakat.Struktur organisasi yang terdiri dari berbagai kelompok usia dan aktivitas.Kepengurusan IAP masa depan semestinya mampu menjawab isue yang timbul terkait dengan perencanaan wilayah dan kota. Hal itu tentunya membutuhkan keahlian dan informasi yang beragam. Sementara kepengurusan IAP tidak dapat dibangun oleh 3 kelompok profesi yang saat ini ada: birokrat, akademisi dan konsultan perencanaan. Pandangan dari kelompok profesi lain mutlak dibutuhkan, seperti  sektor swasta, NGO, politik, dll. Selain itu berbagai isu yang muncul membutuhkan pandangan lintas generasi yang tentunya memiliki idealisme jaman yang berbeda-beda.
 
Menuju IAP 2.0
 
Penggunaan istilah IAP 2.0 untuk memperkuat dan menegaskan kembali peran IAP di era keterbukaan informasi seperti saat ini. IAP 2.0 adalah usulan model pengelolaan IAP untuk menjawab tantangan masa depan dunia penataan ruang. IAP 2.0 bukan visi misi calon ketua IAP ataupun visi misi dari organisasi IAP, melainkan masukan sebagai bentuk kepedulian untuk memperkuat peran IAP di masa mendatang.
Konsep IAP 2.0 dibentuk melalui lima prinsip dasar yang dapat diimplementasikan oleh IAP, yaitu
 
1.                                                                                                                                                                           Terbuka
IAP harus jadi organisasi yang membuka diri kepada publik. IAP memiliki peran strategis untuk melaksanakan diseminasi informasi dan pengetahuan kepada masyarakat mengenai hal-hal terkait dengan penataan ruang. Pengunaan media alternative, seperti webpage, web blog, twitter,dll, bukanlah sebuah konsekuensi mode saja. Tetapi upaya dari IAP agar terbuka terhadap masyarakat. Selain itu, keterbukaan dapat diartikan sebagai keterbukaan terhadap berbagai jenis pengetahuan yang digunakan sebagai amunisi dalam membuka opini publik.
2.    Kreatif dan Inovatif
Perkembangan pola dan trend masyarakat perlu diikuti guna menyusun kegiatan-kegiatan kreatif untuk diperkenalkan kepada masyarakat. Inisiasi Most Livable City Index, terlepas dari kesederhanaannya, merupakan terobosan yang telah dicoba kepengurusan IAP kini.
3.    Membangun Kemitraan Strategis (Strategic Partnership)
Strategic partnership merupakan keharusan bagi sebuah organisasi di era modern. Kebutuhan organisasi di bidang penataan ruang tentunya membutuhkan kemitraan dengan stekholder-stakeholder strategis skala lokal, regional dan global. Membangun kemitraan strategis didasarkan kepada prinsip-prinsip: kesetaraan, menguntungkan dan terbuka. Kemitraan yang telah dimulai dengan organisasi-organisasi lokal internasional saat ini patut dikembangkan lebih lanjut ke arah kemitraan yang kongkrit dan berimplikasi positif bagi dunia penataan ruang Indonesia.
4.      Organisasi Global
Era globalisasi saat ini menuntut IAP berevolusi menjadi organisasi global. Hal itu didasari pada pemikiran bahwa konstelasi diluar Indonesia akan memberikan implikasi kepada dunia penataan ruang Indonesia. Isu-isu internasional, seperti climate changes, deforestasi, urbanisasi perkotaan, peluang beraktivitas bagi planner asing di Indonesia serta sebaliknya. IAP harus berkembang menjadi organisasi yang tidak berkutat pada isu-isu lokal (yang tentunya masih banyak harus diselesaikan). IAP harus membuktikan sebagai organisasi profesi penataan ruang yang diakui di tingkat global. Kemitraan dengan organisasi internasional, keikutsertaan dalam forum-forum internasional, penyikapan terhadap isu-isu global, pengembangan kompetensi SDM dengan standar internasional, adalah langkah-langkah yang dapat diambil untuk mendorong IAP sebagai organisasi global
5.    Knowledge Management
IAP terdiri dari individu diberbagai institusi swasta ataupun Pemerintah dengan kompetensi yang telah diakui. Pengetahuan yang tersebar di seluruh anggota dapat menjadi amunisi dan potensi yang menjadi bekal IAP di masa depan. Kemudian tantangannya  adalah bagaimana cara mengakumulasi berbagai informasi dan pengetahuan tersebut untuk dipergunakan oleh seluruh anggota. Knowledge management perlu didukung oleh penyediaan ‘alat’ yang representatif dalam mengelola pengetahuan yang ada. Pendekatan knowledge management tentunya diharapkan dapat menjadi modal dalam memperkuat posisi IAP sebagai organisasi profesi terdepan di Indonesia
Tentunya IAP 2.0 bukanlah konsep yang mujarab, tetapi setidaknya IAP 2.0 juga bukan sebuah konsep yang hanya membutuhkan kerja keras pengurus dan perangkatnya, IAP 2.0 harus dilaksanakan secara bersama-sama seluruh stakeholder IAP di tingkat pusat dan daerah.
 

 


Author : 0

Kembali ke halaman sebelumnya